Anjuran Berinfak
Oleh: A. Haris
Maulana
Allah Ta’ala
berfirman: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugrahkan kepada
mereka,(QS. Al-Baqarah, 2: 2-3)
Dalam tafsir Jalalain disebutkan: (dan sebagian dari yang Kami berikan
kepada mereka) yang Kami anugerahkan kepada mereka sebagai rezeki (mereka
nafkahkan) mereka belanjakan untuk jalan menaati Allah.
Infak
berasal dari kata anfaqa yang memiliki arti mengeluarkan harta untuk
kepentingan sesuatu. Dengan demikian infak dapat berarti menafkahkan/membelanjakan
sebagian rezeki dijalan Allah. Sedangkan menurut istilah syariat, infak adalah
mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam Islam.
Ahmad dan
Abu Ya’la mengeluarkan dari Ummu Salamah ra, dia berkata, “Nabi saw memasuki
tempat tinggalku dengan rona muka yang muram. Karena khawatir beliau sakit, aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa muka engkau tampak muram?” Beliau
menjawab, “Karena tujuh dinar yang kemarin kita terima, tapi hingga sore hari
uang itu masih berada dibawah kasur.” Didalam riwayat lain disebutkan, “Dan
kita belum menginfakkannya.” (Al-Haitsamy, 10/2381 rijalnya shahih).
Al-Bukhari
mengeluarkan didalam Adabul Mufrad, hal 43, dari Abdullah bin Az-Zubair ra, dia
berkata, ”Aku tidak melihat dua orang wanita yang lebih murah hati daripada
Aisyah dan Asma’. Sekalipun caranya berbeda. Aisyah biasa mengumpulkan sedikit
demi sedikit, dan setelah terkumpul dalam jumlah yang banyak, dia
membagi-bagikannya. Sedangkan Asma’ tidak pernah menyimpan sedikitpun hingga
esok hari.
Dalam
sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Bazzar dengan isnad hasan dan Thabrani
dari Ibnu Mas’ud ra katanya: Ketika Nabi saw datang, masuk ke rumah Bilal,
beliau dapatkan sekantung buah kurma. Tanya Rasulullah: “Wahai Bilal apa ini?
Kata Bilal:”Sengaja aku sediakan untuk menjamu engkau jika engkau datang
bertamu.” Sabda beliau:”Tidakkah engkau takut kalau-kalau hal itu akan menjadi
adzab neraka jahannam. Wahai Bilal infakkanlah segera, jangan kamu takut akan
pemberian Tuhan yang memiliki Arsy.”(Dikeluarkan oleh abu Nuaim dalam kitab
al-Hilyah jilid 1 halaman 149)
Macam-macam
infak: Pertama, sedekah/hadiah. Pengertian sedekah atau shadaqoh secara bahasa
berasal dari kata “shadaqa” yang artinya “benar”. Pengertian sedekah sama
dengan pengertian infak, sama juga hukum dan ketentuannya, perbedaannya adalah
infak hanya berkaitan dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas
menyangkut juga hal yang bersifat non material.
Sedekah ialah memberikan barang atau zat
dengan tidak mengharapkan balasan dari yang diberi, karena yang diharapkan
adalah pahala di akhirat. Sedangkan hadiah ialah memberikan barang atau zat
dengan tidak mengharapkan imbalan, serta dibawa ke tempat yang diberi. Allah
Ta”ala berfirman: “Dan memberikan harta yang dicintainyakepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta.(QS. Al-Baqarah, 2: 177). Rasulullah saw
bersabda: “Sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, pasti
akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki binatang
dihadiahkan kepada saya tentu akan saya terima.(HR. Bukhari).
Kedua,
wakaf. Wakaf menurut arti bahasa adalah menahan, sedangkan menurut istilah
ialah menahan harta milik dalam kepentingan sabilillah. Atau dengan kata lain,
wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, mungkin diambil
manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan. Allah swt berfirman: “Tidak akan
tercapai oleh kamu kebaikan, sebelum kamu sanggup mem,belanjakan sebagian
barang yang kamu sayangi.” (QS. Ali Imran,
: 92). Dalam suatu riwayat: Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah saw,”Apakah perintahmu
kepadaku berhubungan dengan tanah yang saya dapat ini? Jawab beliau:”Jika
engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya. Maka dengan
petunjuk beliau itu, Umar terus sedekahkan manfaatnya, dengan perjanjian tidak
akan dijual tanahnya, tidak pula diberikan, dan tidak dipusakakan.”(HR. Bukhari
dan Muslim). Dalam riwayat lain, Rasulullah saw telah bersabda: “Apabila manusia
meninggal dunia, putuslah amalnya, kecuali tiga hal: pertama, sedekah yang
selalu mengalir pahalanya (wakaf), kedua, ilmu yang bermanfaat, dan ketiga,
anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”
Ketiga, hibah. Hibah ialah memberikan zat atau
barang dengan tidak ada tukarannya. Hibah adalah salah satu dari sekian banyak
sifat yang terpuji yang harus dimiliki setiap muslim. Dengan keimanan yang
tinggi, ia yakin bahwa segala rezeki yang diterimanya semata-mata hanyalah
karunia dari Allah swt. Hatinya selalu iba terhadap saudaranya yang dalam
keadaan menderita. Semua amal perbuatannya yang saleh itu semata-mata hanya
mengharap keridhoan Allah. Karena itu, ia tidak segan-segan mengurangi sebagian
dari rezekinya itu untuk menolong sesama. Firman Allah swt: “Ambilah sedekah
(hibah) dari sebagian harta mereka untuk kamu gunakan membersihkan dan
menaikkannya (dari sifat kikir). (QS. At-Taubah: 103)
Sebagai
muslim yang bertakwa, janganlah segan-segan menafkahkan sebagian harta di jalan
Allah. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra dia berkata, “Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya diantara hal yang akan dijumpai seorang mukmin dari
amal dan kebaikannya setelah dia mati adalah; ilmu yang dia ajarkan dan
sebarkan, anak shalih yang dia tinggalkan, mushaf yang dia wariskan, masjid
yang dia bangun, rumah untuk para musafir, sungai yang dia alirkan, shadaqah
yang dia keluarkan dari hartanya ketika dia sehat dan masih hidup, maka semua
itu akan ditemui setelah kematiannya.”(HR. Ibnu Majah). Nabi Muhammad saw bersabda: “Orang mukmin itu
adalah dermawan yang terpuji sedangkan pengecut ialah bakhil lagi jelek
perangainya. (HR. Turmudzi dan Abu Daud).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar