Senin, 16 Desember 2013

Anjuran Berinfak



Anjuran Berinfak
Oleh: A. Haris Maulana
Allah Ta’ala berfirman: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugrahkan kepada mereka,(QS. Al-Baqarah, 2: 2-3)
Dalam tafsir Jalalain disebutkan: (dan sebagian dari yang Kami berikan kepada mereka) yang Kami anugerahkan kepada mereka sebagai rezeki (mereka nafkahkan) mereka belanjakan untuk jalan menaati Allah.
Infak berasal dari kata anfaqa yang memiliki arti mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Dengan demikian infak dapat berarti menafkahkan/membelanjakan sebagian rezeki dijalan Allah. Sedangkan menurut istilah syariat, infak adalah mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam Islam.
Ahmad dan Abu Ya’la mengeluarkan dari Ummu Salamah ra, dia berkata, “Nabi saw memasuki tempat tinggalku dengan rona muka yang muram. Karena khawatir beliau sakit, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa muka engkau tampak muram?” Beliau menjawab, “Karena tujuh dinar yang kemarin kita terima, tapi hingga sore hari uang itu masih berada dibawah kasur.” Didalam riwayat lain disebutkan, “Dan kita belum menginfakkannya.” (Al-Haitsamy, 10/2381 rijalnya shahih).
Al-Bukhari mengeluarkan didalam Adabul Mufrad, hal 43, dari Abdullah bin Az-Zubair ra, dia berkata, ”Aku tidak melihat dua orang wanita yang lebih murah hati daripada Aisyah dan Asma’. Sekalipun caranya berbeda. Aisyah biasa mengumpulkan sedikit demi sedikit, dan setelah terkumpul dalam jumlah yang banyak, dia membagi-bagikannya. Sedangkan Asma’ tidak pernah menyimpan sedikitpun hingga esok hari.
Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Bazzar dengan isnad hasan dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud ra katanya: Ketika Nabi saw datang, masuk ke rumah Bilal, beliau dapatkan sekantung buah kurma. Tanya Rasulullah: “Wahai Bilal apa ini? Kata Bilal:”Sengaja aku sediakan untuk menjamu engkau jika engkau datang bertamu.” Sabda beliau:”Tidakkah engkau takut kalau-kalau hal itu akan menjadi adzab neraka jahannam. Wahai Bilal infakkanlah segera, jangan kamu takut akan pemberian Tuhan yang memiliki Arsy.”(Dikeluarkan oleh abu Nuaim dalam kitab al-Hilyah jilid 1 halaman 149)
Macam-macam infak: Pertama, sedekah/hadiah. Pengertian sedekah atau shadaqoh secara bahasa berasal dari kata “shadaqa” yang artinya “benar”. Pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, sama juga hukum dan ketentuannya, perbedaannya adalah infak hanya berkaitan dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas menyangkut juga hal yang bersifat non material.
 Sedekah ialah memberikan barang atau zat dengan tidak mengharapkan balasan dari yang diberi, karena yang diharapkan adalah pahala di akhirat. Sedangkan hadiah ialah memberikan barang atau zat dengan tidak mengharapkan imbalan, serta dibawa ke tempat yang diberi. Allah Ta”ala berfirman: “Dan memberikan harta yang dicintainyakepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta.(QS. Al-Baqarah, 2: 177). Rasulullah saw bersabda: “Sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, pasti akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu akan saya terima.(HR. Bukhari).
Kedua, wakaf. Wakaf menurut arti bahasa adalah menahan, sedangkan menurut istilah ialah menahan harta milik dalam kepentingan sabilillah. Atau dengan kata lain, wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, mungkin diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan. Allah swt berfirman: “Tidak akan tercapai oleh kamu kebaikan, sebelum kamu sanggup mem,belanjakan sebagian barang yang kamu sayangi.” (QS. Ali Imran,   : 92). Dalam suatu riwayat: Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah saw,”Apakah perintahmu kepadaku berhubungan dengan tanah yang saya dapat ini? Jawab beliau:”Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya. Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar terus sedekahkan manfaatnya, dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak pula diberikan, dan tidak dipusakakan.”(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, Rasulullah saw telah bersabda: “Apabila manusia meninggal dunia, putuslah amalnya, kecuali tiga hal: pertama, sedekah yang selalu mengalir pahalanya (wakaf), kedua, ilmu yang bermanfaat, dan ketiga, anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.” 
 Ketiga, hibah. Hibah ialah memberikan zat atau barang dengan tidak ada tukarannya. Hibah adalah salah satu dari sekian banyak sifat yang terpuji yang harus dimiliki setiap muslim. Dengan keimanan yang tinggi, ia yakin bahwa segala rezeki yang diterimanya semata-mata hanyalah karunia dari Allah swt. Hatinya selalu iba terhadap saudaranya yang dalam keadaan menderita. Semua amal perbuatannya yang saleh itu semata-mata hanya mengharap keridhoan Allah. Karena itu, ia tidak segan-segan mengurangi sebagian dari rezekinya itu untuk menolong sesama. Firman Allah swt: “Ambilah sedekah (hibah) dari sebagian harta mereka untuk kamu gunakan membersihkan dan menaikkannya (dari sifat kikir). (QS. At-Taubah: 103)
Sebagai muslim yang bertakwa, janganlah segan-segan menafkahkan sebagian harta di jalan Allah. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra dia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara hal yang akan dijumpai seorang mukmin dari amal dan kebaikannya setelah dia mati adalah; ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang dia tinggalkan, mushaf yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah untuk para musafir, sungai yang dia alirkan, shadaqah yang dia keluarkan dari hartanya ketika dia sehat dan masih hidup, maka semua itu akan ditemui setelah kematiannya.”(HR. Ibnu Majah).  Nabi Muhammad saw bersabda: “Orang mukmin itu adalah dermawan yang terpuji sedangkan pengecut ialah bakhil lagi jelek perangainya. (HR. Turmudzi dan Abu Daud).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar