Landasan Menyelamatkan Lingkungan Dalam
Islam
Oleh:
A. Haris Maulana
Beberapa tahun yang lalu, berita amblasnya
salah satu ruas jalan di Jakarta serta prediksi Walhi yang memperkirakan
Jakarta akan tenggelam pada tahun 2030, benar-benar menjadi fokus utama pemberitaan saat itu. Eksploitasi
air tanah yang berlebihan tidak disertai daya serap tanah terhadap air hujan
akibat banyaknya bangunan di kota
tersebut menyebabkan penurunan debit air tanah. Hal ini diperparah oleh
banyaknya bangunan tinggi di kota Jakarta menjadi dasar
prediksi Walhi tersebut. Selain Jakarta, kota-kota lain pun seperti Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang diperkirakan
akan mengalami nasib yang sama. Prediksi yang masuk akal walaupun belum tentu
dan tidak pasti terjadi.
Dimusim penghujan
tahun ini, banjir melanda beberapa kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Semarang. Korban-korban berjatuhan, hingga hilangnya nyawa. Begitu pun dengan masalah sampah yang senantiasa
menghiasi pemandangan kota-kota besar.
Realita ini sudah sepatutnya menjadi bahan renungan bagi kita, sudahkah
kita menjadi rahmatal lil alamin? Ataukah jangan-jangan kita menjadi orang yang
tidak sadar telah merusak alam ini?
Contoh kecil, sering kali kita
tidak menyadari kalau sampah yang kita buang akan mencemari lingkungan tempat
kita tinggal. Sampah seperti plastik dan kaca dan sejenisnya, tidak mudah
hancur/lapuk. Menyebabkan penurunan kualitas bumi tempat tinggal kita.
Potensi Berbuat Kerusakan
Sinyalemen kerusakan di muka bumi
ini, jika kita mau melihat pada Al-Qur’an, sebenarnya telah diprediksi sejak
awal penciptaan manusia, yakni ketika malaikat memprediksi manusia akan berbuat
kerusakan di bumi. Dalam surat
Al-Baqarah ayat 30, disebutkan:
Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam perjalanan selanjutnya,
manusia hidup di dunia ini terdiri dari tiga golongan: golongan beriman, golongan
kafir, dan golongan munafik. Golongan beriman, mereka sepenuhnya tunduk pada
aturan-aturan Allah. Sebaliknya
golongan kafir, bagi mereka sama saja diberi peringatan atau tidak, mereka
tidak akan tunduk pada aturan-aturan Allah. Sedangkan yang terakhir, golongan
munafik, mereka yang mengaku secara lisan tunduk pada aturan-aturan Allah tapi
hati dan perbuatan mereka tidak tunduk pada aturan-aturan Allah.
Dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 11 –12, Alloh SWT
berfirman: Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab,”kami sesungguhnya berbuat kebaikan .”
Ingatlah merekalah sebenarnya yang berbuat binasa (kerusakan). Tetapi mereka
tidak ingat (tidak mau mengerti). Ayat ini sebenarnya menceritakan tentang
tingkah polah orang munafik. Orang yang secara tidak sadar telah berbuat
kerusakan.
Sebagai contoh bencana yang terjadi di negeri beberapa tahun yang lalu,
adalah bencana Wasior di Papua yang merenggut korban jiwa lebih dari seratus. Bencana alam ini
disebabkan karena berkurangnya daya serap tanah terhadap air yang mengalir
diatasnya. Ada yang menyebutkan karena kesalahan
tata kota dan
ada juga yang mengatakan akibat pembalakan liar yang mengakibatkan gundulnya
hutan di hulu sungai. Namun apapun alasannya, fenomena bencana yang terjadi di
alam ini pada hakikatnya terjadi karena ulah manusia sendiri yang merusaknya.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar). (QS. Ar-Ruum, 30: 41)
Peringatan Keras Dalam Al-Qur’an
Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memberikan peringatan kepada kita
agar tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Kerusakan akidah dan kerusakan
akhlak menjadikan penyebab utama kerusakan alam ini. Keberimanan manusia
sesungguhnya tercermin pada hati, perkataan, dan perbuatannya. Kemunafikan
manusia terjadi manakala hati, perkataan, dan perbuatan tidak lagi sejalan.
Beberapa peringatan Alloh dalam Al-Qur’an tentang kerusakan di bumi
ini, adalah sebagai berikut:
Ada diantara manusia yang ucapannya tentang kehidupan dunia mempesona
kamu. Ia berani bersumpah dengan (nama) Alloh (bahwa ucapannya itu) betul-betul
betul-betul keluar dari hatinya. Padahal ia adalah musuh yang kejam. (itulah
sifat orang munafik). Dan Apabila ia pergi (dari tempat ia berbicara
muluk-muluk itu), ia membuat kerusakan di muka bumi, merusak tanam-tanaman dan
merusak (kehormatan wanita yang membawa kerusakan) anak-anak (dan rumah
tangga). Dan Alloh tidak menyukai kerusakan. (QS. Al-Baqarah (2): 204-205)
Dan janganlah kamu ikuti perintah orang-orang yang melanggar batas!
Yaitu orang-orang yang berbuat bencana dimuka bumi dan tidak mengadakan
perbaikan (membangun). (QS. Asy-Syu’araa (26): 151-152).
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (QS. Asy-Syu’araa’, 26:
183)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Al-Qashash, 28: 77)
Sesungguhnya balasan bagi
orang-orang yang memerangi Alloh dan Rasul-Nya, dan berbuat bencana di muka
bumi , ialah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya bergantian
atau dibuang jauh-jauh dari negerinya. Hukuman yang demikian adalah suatu
penghinaan di dunia dan di akhirat mereka mendapat azab yang amat berat
(QS.al-Maidah(5): 33)
Sikap Kita
Islam mewajibkan umatnya agar dalam memanfaatkan sumber daya alam
tidak berlebihan (israf), tidak boros (tabdzir), tidak berfoya-foya, tidak
merusak habitat atau keseimbangan alam, tidak mencemari/membuat polusi.
“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang shaleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?
Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan
orang-orang yang berbuat maksiat?” (QS.
Shaad, 38: 28)
Suatu ketika Rasulullah saw
berjalan melalui Sa’ad bin Abi Waqqash yang kebetulan sedang berwudhu.
Kepadanya Rasul berkata:”Hai Sa’ad, janganlah kau bersikap
boros/berlebih-lebihan dalam menggunakan air!” Sa’ad menjawab:”Apakah dalam
penggunaan air ada peluang berlaku boros?” “ Ya, meskipun engkau berwudhu dalam
air sungai yang sedang mengalir,” jawab Rasulullah (HR. Ibnu Majah).
Pentingnya Pendidikan Lingkungan
Guna menyelamatkan lingkungan yang
ada, pentinglah bagi kita sebagai umat Islam untuk memberikan pemahaman tentang
pendidikan lingkungan kepada masyarakat disekitar kita. Pendidikan lingkungan sudah selayaknya diberikan
dan diajarkan sejak usia dini dan berkelanjutan.
DR.
Muhbib Abdul Wahab, MA, ketua Pusat Pengkajian Islam dan Muhammadiyah (PPIM)
UMJ dan Dosen Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menuliskan pendidikan
lingkungan perlu diorientasikan pada beberapa hal, yaitu: Pertama, penumbuhan kesadaran lingkungan yang benar di kalangan umat Islam
melalui visi hidup sehat, bersih, ramah lingkungan, dan harmoni terhadap alam
demi masa depan anak cucu kita. Kedua, pengembangan dan pemberdayaan
nilai-nilai moral, orientasi dan
keterampilan ekologis yang Islami (tidak eksploitatif,
destruktif), sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik dan dimanfaatkan
demi kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Ketiga,
aktualisasi ekosistem kehidupan terpadu: alam, biologi, sosial, budaya,
ekonomi, dan sebagainya secara seimbang, harmoni dan mutualistis dengan
lingkungan alam. (Suara Muhammadiyah, Desember 2009).
Karena tugas ini bukanlah tugas
individu (perorangan) tapi tugas bersama. Dalam Surat Ar-Rad (13) ayat 11,
Allah swt berfirman:”Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum kaum tersebut
mengubahnya.”